Judul Asli : The Boy Sherlock Holmes 1st Case
– EYE OF THE CROW
Copyright © 2007 by
Shane Peacock
Penerbit :
Qanita
Alih Bahasa : Maria
Lubis
Editor : Ananta
Illustrasi Isi
& Sampul : Sweta Kartika
Cetakan I : Oktober
2011 ; 368 hlm
Rate : 4 of 5
Rate : 4 of 5
Sinopsis :
London, 1867,
seorang anak muda berusia tigabelas tahun dengan tubuh tinggi kurus dan kulit
pucat, berpenampilan rapi dan bersih, mantel panjang hitam dengan dasi serta
rompi dan sepatu bot yang disemir mengilap, tatapannya sedih namun jika dilihat
dari dekat mata kelabunya tampak selalu siaga. Anak itu seharusnya berada di
sekolah saat itu, tapi dia malah berkeliaran di sepanjang jalan, berputar-putar
bergerak pada suatu pola tertentu, untuk mengamati keadaan di sekelilingnya,
cara dirinya melatih ketangkasan serta kecermatan dalam analisa tentang
perilaku seseorang. Anak itu bernama Sherlock Holmes, dan saat ia menekuni
surat kabar The Illustrated Police News, sebuah berita tertangkap matanya
…telah terjadi pembunuhan brutal semalam di Whitechapel, seorang wanita muda
yang cantik ditemukan tewas dalam genangan darahnya, tak diketahui siapa wanita
tersebut, mengapa ia berada di bagian kota tua yang terkenal kumuh dan
berbahaya pada malam hari, hanya sebilah pisau panjang yang ditemukan di
dekatnya – diduga sebagai senjata pembunuh.
Sherlock Holmes
tertarik dengan misteri pembunuhan itu, karena wajah sang korban mengingatkan
Sherlock akan ibunya ( terutama saat ibunya masih muda ), dan rasa ingin tahu
yang sangat besar membuat dirinya bertekad menyelidiki kebenaran akan
pembunuhan itu. Namun bukan hal yang mudah untuk memulai penyelidikannya.
Pertama, ia masih dianggap anak-anak yang seharusnya bersekolah ( kedua orang
tuanya, Rose dan Wilber Holmes, meski dalam keadaan serba kekurangan, tetap
berusaha menyekolahkan Sherlock secara layak ), dan Sherlock membolos bukan
karena malas, bahkan ia termasuk sangat pandai dan cerdas, kecuali dalam hal
pergaulan sosial … membuat dirinya bosan dan tertantang mencari pengalaman lain
dari berkeliaran di saat ia seharusnya ada di sekolah.
Alasan lain
Sherlock tidak menyukai sekolahnya, selain ia merasa tidak mendapat tambahan
ilmu yang berarti atau menarik perhatiannya, ia sering mendapat gangguan dari
anak-anak lain yang iri akan kecerdasannya dan mengoloknya sebagai ‘bocah
setengah Yahudi’. Ibunya dulu bernama Rose Sherrinford, putri tunggal keluarga
bangsawan dengan campuran Prancis, ahli waris kekayaan yang melimpah, sangat
cantik dan menyukai menyanyi di opera. Namun semuanya berubah saat ia bertemu
pemuda Yahudi yang genius bernama Wilberforce Holmes – anak imigran miskin,
yang mendapat kesempatan langka untuk menempuh ilmu di sekolah ternama, bahkan
menjelang masa studinya selesai, ia sudah mendapat penawaran untuk bekerja
sebagai tenaga pengajar di salah satu institusi terkenal.
Keduanya bertemu di
gedung opera, saling jatuh cinta hingga nekad kawin-lari ke Skotlandia.
Sekembali mereka ke Inggris, segalanya berubah. Keluarga Rose tak mau mengenal
atau mendengar apa pun yang berhubungan dengannya, dan Wilber mendapati masa
depannya yang semula cerah, menjadi kosong, semua kesempatan dan tawaran yang
pernah ada ditarik kembali. Pasangan muda ini pindah ke wilayah Southwark,
menempati flat di atas toko pembuat topi, hidup serba kekurangan namun mereka
mampu mempertahankan pernikahan serta keutuhan keluarga. Rose bekerja sebagai
guru penyanyi dan juga menerima jahitan, Wilber yang genius namun tak bisa
melamar di universitas mana pun akibat pengaruh ayah mertuanya, harus bisa
menerima pekerjaan mengajar anak-anak di sekeliling tempat tinggalnya. Mereka
memiliki 3 orang anak, yang tertua Mycroft
yang setelah cukup usia memperoleh pekerjaan rendahan di pemerintahan,
tidak pernah pulang ke rumah. Kemudian Sherlock, tujuh tahun lebih muda, anak
yang eksentrik dengan ketertarikan yang aneh dan Violet – si kecil yang berusia
pendek, meninggal sebelum mencapai usia empat tahun.
Saat ia memutuskan untuk mulai kembali ke sekolah, demi kedua orang tuanya, Sherlock menghadapi dilema. Ada kabar bahwa sang pembunuh sudah tertangkap, seorang pria Arab bernama Mohammad Adalji. Sherlock terbawa arus penonton yang berminat melihat wajah sang pembunuh saat dibawa dari tahanan menuju penjara Newgate. Sherlock terkejut melihat bahwa si pembunuh masih sangat muda, dan ketika ia diseret melewati kerumunan massa, ia terjatuh di depan Sherlock … sembari mengangkat wajahnya yang berurai air mata, Mohammad Adalji sempat berucap ada Sherlock : “Bukan aku pelakunya!” – membuat Sherlock terkesan karena ia seakan-akan benar tidak bersalah.
Maka Sherlock
Holmes berusaha mencari jalan untuk mencari tahu lebih banyak tentang
pembunuhan itu. Dan satu-satunya cara untuk mendapatkan fakta-fakta yang jelas,
ia harus mendatangi tempat kejadian perkara … tempat wanita itu terbunuh, di
suatu sudut wilayah London yang kumuh juga berbahaya. Namun Sherlock
membulatkan tekad, tak ada yang dapat menghalanginya dalam mengungkap fakta,
termasuk menghadapi rasa takutnya … Dan ketika akhirnya ia tiba di tujuan,
sekelompok gagak yang seperti mengikutinya, mengelilingi tempat pembunuhan. Di
dekat tempat di mana seekor gagak mematuk-matuk paruhnya, di dekat bekas
genangan darah wanita itu, Sherlock mendapati sebuah bola mata – menatapnya,
membuat dirinya merasa seram, namun tetap dipungutnya benda itu, hingga ada
seruan yang menarik perhatiannya … teriakan yang mengundang rasa takutnya, maka
Shelock berlari sembari mengantongi bola mata itu.
Ternyata yang
berteriak adalah polisi, yang mengawasi tempat kejadian perkara, dan pihak
kepolisian mencurigai Sherlock sebagai seseorang yang berkaitan dengan
peristiwa pembunuhan. Dan malam harinya, Sherlock mendapati polisi dipimpin
oleh Inspektur Lestrade – mendatangi kediaman keluarga Holmes dan menangkap
Sherlock dengan tuduhan sebagai konspirator. Sherlock Holmes ditahan dipenjara
!!! Berdampingan dengan sang tertuduh utama, Mohammad Adalji. Bagaimana ia
dapat mengungkapkan kebenaran jika ia juga ditahan ? Sherlock berusaha memutar
otak, memikirkan caranya, namun tak ada yang mampu menyelesaikan masalahnya
saat itu. Satu-satunya cara, Sherlock harus keluar dari penjara, tapi bagaimana
caranya ??? Sherlock Holmes sungguh tak menduga bahwa kesempatannya akan datang
saat kedatangan kunjungan tamu khusus : Mr. Andrew C. Doyle dan putrinya Irene
Doyle.
Sherlock Holmes
harus mampu mengarahkan segenap kemampuannya untuk meyakinkan Irene Doyle, agar
membantunya lolos dari penjara. Sherlock harus segera menemukan jawabannya, ia
berlomba dengan waktu, karena batas eksekusi hukuman bagi Mohammad Adalji telah
ditetapkan. Sherlock sadar bahwa ia membutuhkan sekutu, yang bisa membantu
percepatan penyelidikannya. Siapa kira-kira yang memiliki informasi luas
terutama tentang hal-hal yang brhubungan dengan kejahatan, serta meiliki
pengaruh untuk melakukan sesuatu tanpa terdeteksi … hanya satu yang terpikirkan
olehnya : Malefactor – pimpinan Anak-Anak Jalanan yang menguasai jaringan luas
di London. Hanya ada satu masalah, antara Sherlock Holmes dan Malefactor
terbentuk hubungan tidak suka namun menghormati satu sama lain. Dan Sherlock yakin, Malefactor tidak akan
memberikan bantuan jika tidak ada imbalan yang memuaskan, apa yang dapat ia
tawarkan pada Malefactor sedangkan ia
sendiri dalam pelariannya …
Kesan :
Sebagai penggemar
Sherlock Holmes – karakter unik kreasi Sir Arthur Conan Doyle, rasa ingin-tahu
yang besar membuatku memutuskan membaca buku ini, kisah tentang Shelock Holmes
sebagai seorang remaja miskin, berbekal hanya pada kecerdasan dan ketajaman
pikiran serta tekad membaja, ia berusaha menempuh berbagai jalan yang tidak
mudah, guna menyelesaikan tujuannya … memecahkan setiap misteri yang ada di
hadapannya sampai tuntas. Dan penulis patut diakui, cukup bagus dalam membangun
karakter-karakter sembari tetap menyelipkan dasar kisah riwayat Sherlock Holmes
versi asli. Meski semula alur terasa bergerak sangat lambat, namun kemudian
mulai bergerak bak film bergerak, sehingga pembaca mulai dapat membayangkan
menonton kisah ini lewat pandangan Sherlock Holmes, ikut merasakan
kengerian-ketakutan-rasa putus asa- serta perjuangan pemuda Sherlock Holmes
dalam setiap langkahnya.
Jangan mengharapkan
paparan analisis mutakhir ala Sherlock Holmes, karena penulis berupaya
mewujudkan perjalanan Sherlock Holmes jauh sebelum ia terkenal sebagai detekti
no. satu di Inggris ( versi Sir Arthur Conan Doyle ). Saat ini, sang tokoh
utama justru mengalami banyak jatuh-bangun-jatuh lagi demi tercapainya
tujuannya. Sosok Sherlock sebagai remaja muda, yang masih memiliki semangat
berapi-api, terutama bersumber dari kesedihan dan kemarahan akan nasib buruk
yang menimpanya. Harga dirinya sebagai keturunan bangsawan serta rasa hormat
akan dirinya (kemungkinan karena pengaruh cerita-cerita sang ibu – Rose, yang
terkadang membawanya pada kisah masa lampaunya sebagai putri bangsawan) menjadi
suatu pergulatan tersendiri saat ia dalam pelariannya, sebagai buronan.
Terpaksa bekerjasama dan menerima bantuan dari kelompok Anak-Anak Jalanan
pimpinan Malefactor – sosok pemuda yang lumayan berperan dalam setiap agenda
kegiatan Sherlock.
Bahkan persahabatan
serta perseteruan unik antara Malefactor – Sherlock Holmes – Irene Doyle (suatu
contoh bahwa penulis berusaha memasukkan versi asli ke dalam karyanya, sang
ayah Andrew C. Doyle mungkin persamaan dengan Sir Arthur Conan Doyle (^_^)
sedangkan Irene Doyle … well besar kemungkinan
persamaan dengan Irene Adler ) meski terkadang sedikit membingungkan,
namun cukup menarik untuk mencari tahu bagaimana perkembangan hubungan di
antara ketiganya.
Dengan ending yang
cukup mengejutkan, menurutku kisah ini sangat menghibur dan lumayan menarik,
meski tidak luar biasa …mungkin juga karena pengaruh karakter Sherlock Holmes
karya Sir Arthur Conan Doyle begitu melekat dibenak-ku, ibarat Hercule
Poirot-nya Agatha Christie, sosok karakter unik yang tak ada tandingnya (^_^),
maka seringkali diriku tanpa sadar membandingkan kedua karakter Sherlock Holmes
yang “sometimes” menimbulkan kontradiksi. Sebagai contoh antara karakter
Malefactor yang serba berteka-teki, tidak langsung pada sasaran, justru sedikit
mengingatkan akan ke-eksentrikkan Sherlock Holmes versi asli, dan karakter
Sherlock Holmes muda yang berapi-api, tanpa tedeng aling, tidak suka
berputar-putar justru merupakan mixed karakter Dr. Watson – partner sejati
Sherlock Holmes. But anyway, it just my opinion … so far this stories quite
interesting to read, enjoy it !!
Shane Peacock lahir
di Thunder Bay, Ontario tahun 1957. Ia memulai karir menulisnya sebagai seorang
jurnalis dan menerbitakan beberapa hasil tulisannya di Saturday Night, Reader’s
Digest dan Sport Illustrated. Karyanya “The Boy Sherlock Holmes”, telah meraih
beberapa penghargaan, di antaranya :
· ~
Booklist “Top Ten in Young Mysteries”
· ~
Pemenang Arthur Ellis Award for Juvenile Crime Fiction
· ~
Pemenang Medali Emas dalam Penghargaan Foreward Magazine’s Book of
the Year
· ~
Pemenang Penghargaan IODE’s Violet Downey Book
Saat ini Shane
tinggal dengan istrinya, Sophie Kneisel, dan ketiga anaknya di sebuah lahan
pertanian dekat Cobourg, Ontario. Di saat senggangnya, Shane suka bermain hoki,
membaca buku dan berimajinasi bahwa dirinya adalah pahlawan dalam setiap
cerita.
Best Regards,
* HobbyBuku *
No comments:
Post a Comment