Judul Asli : THE EXORCIST
Copyright ©
2011 by William Peter Blatty
Penerbit : Serambi
Alih Bahasa : Ingrid
Nimpoeno
Editor : Anton
Kurnia
Cetakan I : Mei 2013
; 448 hlm
Rate : 4 of 5
Perkenalan diriku
dengan salah satu kisah misteri dan horor yang mencekam ini dimulai dengan
menonton film adaptasi-nya yang masuk dalam daftar The 100 Scariest Movie
Moments serta tayangan wajib bagi penggemar American Horor film. Maka ketika
mendengar bahwa edisi terjemahannya akan segera rilis, sungguh menggugah rasa
penasaran seperti apa novel yang menggemparkan kalangan pencinta misteri.
Kisah dibuka dengan
adegan penggalian situs arkeolog yang melibatkan Pastor Lankester Merrin, yang
mendadak memperoleh semacam ‘peringatan’ akan kehadiran musuh lamanya – sosok yang
telah ‘berperang’ dengan dirinya selama bertahun-tahun, kemudian menghilang,
dan kini akan tiba saatnya bagi dirinya untuk berhadapan kembali ...
Perjalanan bergulir
menuju Washington D.C. dimana aktris ternama Chris MacNeil sedang sibuk dengan
pekerjaan barunya. Karena pengambilan gambar memakan banyak waktu di wilyah
itu, Chris memutuskan menetap secara permanen dengan membeli rumah demi
kepentingan putrinya Regan (11 tahun), apalagi setelah ia berpisah dengan sang
suami. Mereka menyukai kehidupan hanya berdua, bersama kedua pelayan, pasangan
suami-istri setengah baya bernama Karl dan Willie, dan sesekali kehadiran
Sharon Spencer – gadis menyenangkan yang menjadi tutor Regan serta sekertaris
humas Chris.
Suatu hari, muncul
kejanggalan dalam kediaman tersebut yang berbuntut pada serangkaian hal-hal
yang tak mampu dijelaskan. Seperti gangguan seperti bunyi garukan tikus di
loteng tepat di atas kamar tidur Regan, hingga tempat tidur yang ‘bergerak-gerak’
menurut perkataan gadis cilik itu, disertai suara-suara aneh yang hanya bisa
didengar olehnya. Permainan Papan Ouija dengan sosok tak terlihat yang
dipanggil Kapten Howdy, disertai perilaku serta kepribadian Regan yang secara
perlahan berubah, dari anak yang lincah, manis dan periang, menjadi ‘moody’ dan
berkelakuan janggal, termasuk ‘buang-air-kecil’ di atas karpet ruang tamu saat
sang ibu sedang menjamu tamu-tamu khusus.
Ketika para ahli
kesehatan, dokter hingga psikiater tak mampu memberikan diagnosa yang pasti,
hanya berusaha melakukan berbagai terapi fisik serta obat-obatan, namun
semuanya menemui jalan buntu. Regan semakin memburuk dan kondisinya berubah
sangat drastis dalam hitungan hari. Ia acapkali berkelakuan seakan-akan ada ‘sosok’
lain dalam dirinya, yang mengatakan kata-kata cabul dan menghujat, terkadang
berbicara dengan bahasa aneh yang sama sekali tak dikenali. Penurunan mental
dan kejiwaan disertai kondisi fisik yang memburuk ketika ia tak mampu makan
maupun asupan nutrisi, karena khawatir akan melukai diri sendiri (dan juga
orang lain, seperti yang pernah terjadi), gadis ini harus diikat kuat-kuat di
atas tempat tidurnya.
Saat Chris MacNeil
sudah dalam kondisi putus asa, salah satu dokter menyarankan cara alternatif,
yaitu ‘eksorsisme’ – upacara pengusiran setan atau iblis yang dilakukan oleh
pastor Katolik. Hal ini membawa kepergiaan Chris untuk meminta bantuan Pastor
Damien Karras dari Serikat Jesuit yang juga memiliki gelar dokter ahli
psikiatris. Semula Pastor Damien menolak permintaan Chris karena praktek ‘eksorsis’
sudah lama tidak dilakukan semenjak tehnik pengobatan modern serta terapi mampu
membantu berbagai kasus kejiwaan. Bahkan ketika ia ikut serta untuk melihat
kondisi Regan, beliau masih belum yakin sepenuhnya bahwa gadis ini ‘dirasuki’
oleh iblis. Sebaliknya dari hasil penyelidikan, ia mengambil kesimpulan bahwa
Regan mengalami gangguan kejiwaan dan berusaha menarik perhatian terutama
semenjak perceraian kedua orang tuanya.
Membaca novel yang
merupakan hasil terjemahan dari edisi khusus revisi dari sang penulis, mampu
memberikan gambaran lain dari sekedar kisah horor mencekam yang tertera pada
film adaptasinya. Tehnik ‘eksorsis’ pernah diakui sebagai cara efektif untuk ‘mengusir’
kekuatan jahat (dianggap dari iblis atau setan) yang diterapkan oleh pastor Gereja
Katolik Roma. Namun di jaman yang lebih modern hal ini ‘ditolak’ untuk
dilakukan karena perkembangan kondisi kejiwaan sang penderita acapkali mampu
dipulihkan atau diredakan melalui metode terapi serta penggunaan obat-obatan.
Untuk menerapkan upacara ‘eksorsis’ juga harus mendapat ijin khusus dari Roma,
Vatican, sehingga proses penyelidikan harus dilakukan dengan seksama sebelum
disetujui. Hal ini berkaitan dengan isu serta politik agar jangan sampai tersebar
bahwa pihak Gereja Katolik menyetujui hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan ‘makhluk
atau entitas’ lain selain yang diakui oleh Gereja.
Kejadian ini mirip
dengan prosedur untuk mengakui kebenaran serta kesaksian orang-orang yang
dianggap Suci atau memperoleh gelar Santo dan Santa. Mereka semua baru
mendapatkan ‘kepercayaan’ dari pihak berwenang (yaitu Vatican) setelah ratusan
hingga ribuan tahun kemudian. Terlepas dari ‘kehati-hatian’ yang dilancarakan
oleh pihak-pihak tertentu, penulis bertujuan menyajikan sisi lain dari
kehidupan para penghuni yang cukup tertutup dari masyarakat umum. Melalui sosok
Damien Karras – pemuda brilian yang mendapat fasilitas pendidikan dan
disekolahkan oleh Gereja, mengabdikan hidupnya demi membantu rekan serta kolega
dalam kapasitas sebagai konsultan serta psikiater. Akan tetapi bagaimana ia
mampu mengatasi konflik pribadi yang berkecamuk di dalam benak serta pikirannya
? Terutama saat ia mulai mempertanyakan seberapa besar keyakinan dalam dirinya
untuk menunaikan tugas serta kewajibannya.
Sebagai seorang
Pastor ia diajarkan untuk melihat kebaikan serta kelebihan pada setiap manusia,
mempercayai sepenuhnya akan apa pun yang terjadi atas kehendak-Nya, serta
membimbing manusia-manusia yang tersesat ke jalan yang benar menurut ajaran
Gereja. Namun ia juga dibesarkan dalam pendidikan sebagai sosok psikiater yanng
berusaha menyelami pikiran terdalam manusia-manusia yang terganggu, stress dan
depresi. Seiring dengan penugasannya di kawasan pemukiman yang cukup rawan, disertai
kekhawatiran akan kondisi ibu kandungnya yang hidup seorang diri dalam kondisi
tidak terlalu kuat, tanpa bisa mendampingi langsung karena ikatan dinas yang
membuatnya harus menetap di kota yang berbeda, semuanya tertuang dalam karakter
pria yang kekar dan kuat bagai seorang atlet.
Peran Regan MacNeil
ibarat mediator saat terjadi dialog antara Pastor Karras dengan ‘sang-iblis’ –
uniknya hal ini mirip dengan mimpi-mimpi buruk serta percakapan yang juga
terjadi dalam benak sang pastor saat ia mempertanyakan keberadaan-Nya di dalam
hatinya. Kehadiran Pastor Merrin yang datang untuk membantu upacara ‘eksorsis’
juga menunjukkan bahwa beliau yang dianggap sebagai ahli tentang topik
tersebut, juga memiliki kelemahan yang akhirnya merenggut nyawanya. Kisah ini
bisa jadi merupakan fakta adanya ‘pengaruh’ yang cukup kuat hingga bisa ‘merasuk’
dalam tubuh fisik manusia dan pihak Gereja berusaha memerangi kekuatan jahat
tersebut dengan berbagai cara. Meski ada aturan-aturan penting yang harus
ditaati, faktor utama dalam metode ini adalah keyakinan yang kuat untuk
mengusir pihak lain, bukan melenyapkan.
Nah, bukankah dalam
kehidupan sehari-hari yang kita jalani, hal ini juga senantiasa muncul mesti
tidak dalam wujud ‘kerasukan’ – bagaimana memerangi ‘kejahatan’ dengan memiliki
keyakinan kuat dan teguh. Sosok Chris MacNeil yang mengaku sebagai ateis dan
hanya mempercayai sesuatu yang berdasarkan logika bukan sekedar keyakinan
membabi-buta terhadap sesuatu yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Dan
disinilah pertentangan idealisme dalam diri Pastor Karras tentang kedua hal
tersebut muncul mengusik dirinya. Keyakinan bulat versus Logika serta nalar.
Terlepas dari problematika yang terlontar dalam kisah ini, penulis membeberkan
berbagai fakta penunjang dan menyerahkan pilihan kepada para pembaca, kebenaran
manakah yang akan Anda pilih ?
[ Note : kisah ini
merupakan edisi khusus peringatan ke-40 dengan lampiran serta tambahan revisi
yang belum pernah tercantum di edisi-edisi sebelumnya. Sayangnya edisi
terjemahan ini tidak disertai ilustrasi khusus yang juga tercantum di dalam
buku asli edisi khusus, membuat diriku menjadi penasaran berat (-__-) Dan
pertanyaan selanjutnya, apakah penerbit juga akan mengambil sekuel kisah ini :
The Legion sebagai pelengkap bagi para pembaca ? Sebelum menutup uraian yang cukup
panjang ini, sebagai pelengkap, silahkan berkunjung ke blog HobbyBuku’s Classic
untuk review Books Into Movies : The Exorcist ]
Tentang Penulis :
William Peter
Blatty, lahir di New York, 1928. Pria lulusan Georgetown University ini telah menulis
sejumlah buku dan skenario film, termasuk A Shot in the Dark. Novel The
Exorcist pertama kali rilis pada tahun 1971 dan menempati posisi buku terlaris
versi New York Times selama 57 minggu berturut-turut (lebih dari setahun). Pada
tahun 2011 diterbitkan ulang dengan sejumlah revisi terbaru sebagai persembahan
bagi para penggemarnya, sebuah edisi cetakan peringatan ulang tahun ke-40. Buku
edisi terjemahan Indonesia terbitan Serambi ini dibuat berdasarkan edisi
terbaru ini. Selain menuai sukses dalam bidang literatur, The Exorcist telah
diangkat ke layar lebar pada tahun 1973 disutradarai William Friedkin, yang
mendapat sambutan besar di kalangan perfilman serta penjuru dunia, Ini juga
memberikan penghargaan Oscar kepada William Peter Blatty selaku penulis
skenario film adaptasinya.
Kesuksesan ‘The
Exorcist’ baik novel maupun film adaptasinya, mendorong muncul sekuel film
dengan judul ‘The Exorcist II : The Heretic” yang berkisah tentang perjalanan
Regan MacNeil setelah beranjak dewasa. William Blatty kemudian menulis novel
sekuel-nya dengan judul ‘The Legion” yang kemudian diadaptasi pula ke layar
lebar dengan judul “The Exorcist III : Legion”, yang disusul dengan pembuatan
prekuel kisah ini dalam “Exorcist : The Beginning” dan “Dominion : Perquel to The Exorcist”
[ more about the
autor, books, and related works, check on here : William P. Blatty | on IMDb | Blatty Works | The Exorcist (Novel) | The Exorcist (Movie) | The Exorcist Fansite ]
Best Regards,
Hobby Buku
No comments:
Post a Comment