Judul Asli : APARTEMEN
666
Copyright © 2013 Sybill Affiat
Penerbit Stiletto Book
Editor : Triani Retno A.
Desain Sampul : Teguh Santosa
Layout Isi : Deejee
Proof Reader : Tikah Kumala
Cetakan I : Januari 2013 ; 210 hlm
Rate :2,5
[ review ini dibuat atas permintaan penulis dan berisikan
opini pribadi atas kisah dalam buku ini ]
Sebagai penggemar kisah-kisah thriller, suspense maupun
horor dan supranatural, saat dihubungi untuk menjadi pembaca novel karya asli,
muncul dua reaksi dalam diriku. Yang pertama sedikit khawatir karena sejauh ini
mayoritas bacaanku merupakan novel terjemahan, sedangkan untuk novel karya asli
belum pernah menemukan yang ‘pas’ dengan pengharapan. Namun respons yang kedua,
muncul rasa penasaran untuk mengetahui sejauh mana sebuah novel karya penulis
lokal mampu menyajikan sebuah kisah dengan tema suspense maupun horor.
Dari judulnya “Apartemen 666” tentu sudah bisa diduga
bahwa tema lokasinya adalah sebuah apartemen yang tentunya mengandung unsur
‘iblis’ yang ditandai dengan kode 666. Namun saat membaca kisahnya di
halaman-halaman pertama, muncul sedikit rasa bingung, hendak dibawa kemana alur
kisah ini, karena lebih menonjol unsur melodrama.
Melalui tokoh utama seorang wanita bernama Samara yang
mengalami guncangan dalam kehidupannya, saat ia harus mengambil cuti panjang
demi merawat sang ibu yang terkena penyakit ganas, hingga akhirnya meninggal
dunia. Tragedi terus berlanjut saat Samara kembali ke kantornya hanya untuk
mendapati dirinya sudah dipecat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kisah
bergulir pada kehidupan rumah tangga Samara dan Bisma – sang suami yang bekerja
sebagai fotografer lepasan. Dan problem keuangan semakin menekan kehidupan
mereka, hingga sebuah penawaran unik muncul menyelamatkan kehidupan rumah
tangga mereka.
Sampai sejauh ini, kisahnya bergulir tanpa memiliki makna
khusus, penulis hanya bermain-main dengan adegan yang diharapkan ‘menyeramkan’
dengan penampakan sosok mengerikan yang membayangi Samara. Entah mengapa hal
ini memunculkan bayangan akan film-film horor Indonesia yang sekedar tempelan
belaka, dengan memainkan adegan yang diharapkan membuat ngeri atau terkejut,
namun hasilnya berkesan datar – sebuah prolog yang tidak diperlukan, atau
kurang diberikan porsi yang lebih jelas.
Menjelang pertengahan, barulah daya tarik kisahnya
muncul, bukan karena kemunculan sosok yang diharapkan ‘menyeramkan’ melainkan
karena kisahnya sudah memiliki makna serta kejelasan, mulai dari latar belakang
hingga arahan akan dibawa kemana kisah ini selanjutnya. Sebuah kisah horor
tidaklah harus memunculkan adegan setan yang menyeramkan, atau sesuatu yang
brutal dan menjijikan, tetapi melalui penggambaran yang lebih detail akan
situasi, maupun pengembangan karakter para tokohnya, akan jauh lebih berkesan
bagi pembaca seperti diriku. Simak karya-karya penulis klasik seperti Edgar
Allan Poe bahkan Charles Dickens, melalui sebuah cerita pendek, nuansa
mengerikan (bisa diterjemahkan sebagai ‘haunting-scene’) justru lebih mendalam.
Meski tidak terlalu puas dengan kisah ini secara
keseluruhan, ada hal-hal menarik yang membuat kisah ini sedikit berbeda. Dengan
memasukan unsur legenda, berupa balas dendam arwah nenek moyang yang terjadi
selama beratus-ratus tahun silam, kisah yang mengingatkan diriku akan hikayat
Ratu Pantai Selatan atau Nyai Blorong bahkan Si Manis Jembatan Ancol, yang
seharusnya bisa dikerjakan lebih maksimal karena tema ini jauh lebih menarik
daripada sekedar kisah ala Suster Ngesot.
Membaca kisah ini dari awal hingga akhir, satu hal yang
kurasa sangat diperlukan, unsur ‘original’ dan ‘orisinal’ belum terasa cukup
kuat, hingga di sana-sini bermunculan variasi remake atau adaptasi kisah-kisah
horor yang hanya tampil sekilas, ibarat menonton film ‘Scary Movie’ – hanya
satu hal yang patut diacungi jempol, ide tentang latar belakang serta kisah
Surtikanti, dan menurut pendapatku, seharusnya tanpa disertai kisah panjang
lebar tentang Samara, bertolak belakang dari kisah Mayang dan Surtikanti akan
jauh lebih menarik dikerjakan lebih dalam, tanpa harus dipaksakan berada pada
seting modern.
Dan yang terakhir, entah mengapa penerbit indie
kebanyakan menggunakan desain sampul dengan warna gelap yang berkesam suram.
Sekali lagi, nuansa horor maupun seram tidak harus diterjemahkan secara
gambalng dengan ilustrasi menyerupai setan dan bermain-main dengan warna hitam,
cokelat atau kelabu. Desain sampul seringkali diabaikan, padahal justru kesan
pertama yang akan membuat seorang calon pembeli akan mengambil buku dari rak
display, adalah melalui desain sampulnya. Tanpa harus menjiplak mentah-mentah,
coba disimak contoh-contoh desain sampul buku import untuk genre serupa, warna
kontras justru bisa menarik perhatian, misalnya permainan latar warna putih
dengan warna cerah seperti biru dan merah.
Salah satu contoh desain novel-novel horor Jepang, yang cenderung
minimalis namun sangat mengena.
Kesimpulan :
Ide / Tema : 2,5 | lebih tertarik pada penuturan tentang
Surtikanti
Plot & Seting : 1,5 | terpecah antara masa kini dengan
masa lalu tanpa penghubung yang jelas dan mampu menjembatani kisah diantaranya
Character : 2 | terpecah antara Samara dan Surtikanti,
sehingga sosok antagonis lebih kuat dan menonjol
Cover : 1 | kurang menarik dan tidak menonjol, sama sekali tidak mencerminkan isi
dari kisahnya
Verdict : 2,5
Daya tarik yang cukup menonjol adalah kisah legenda masa lalu sang
nenek moyang, sosok Surtikanti yang berkat ilmu hitam bisa hidup hingga
beratus-ratus tahun, seandainya kisah ini lebih fokus pada pengembangan karakter ini akan lebih mantap apalagi disertai detail serta latar belakang sejarah misalnya berkaitan dengan karakter pria asal Belanda.
Tentang Penulis :
Sybill Affiat, lahir di Jakarta pada tangaal 13 Januari.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Komunikasi di Universitas Prof. Dr.
Moestopo, Jakarta, beliau bekerja dalam lingkup Corporata Communications di
sebuah perusahaan telekomunikasi ternama, dan operator telepon berbasis
teknologi CDMA. Ibu dari dua anak yang merupakan penggemar film adaptasi novel
Stephen King ini, memiliki hobi menulis cerita dan komik, namun belum memiliki
keberanian dan kepercayaan diri untuk mengirim hasil karyanya kepada penerbit.
Pada tahun 2005, bukunya yang berjudul Soulmate terbit dan cukup sukses hingga
mengalami cetak ulang. Beliau dapat dihubungi melalui email : batugranit@yahoo.com atau mention via
twitter @SybillAffiat
Best Regards,
* Hobby Buku *
triple6 kalau di Barat populer, kalau di Indonesia mah angka 13, jadi sering muncul di film2 gitu.
ReplyDeletePenjelasannya kereeen. wajar sih, namanya jg pengamat kisah seram :p kalau saya sendiri, membaca kisah seram saat siang bolong. Dan bacaan ini sepertinya boleh di-list