Translate

Sunday, March 31, 2013

Books "APARTEMEN 666"



Judul Asli : APARTEMEN 666
Copyright © 2013 Sybill Affiat
Penerbit Stiletto Book
Editor : Triani Retno A.
Desain Sampul : Teguh Santosa
Layout Isi : Deejee
Proof Reader : Tikah Kumala
Cetakan I : Januari 2013 ; 210 hlm
Rate :2,5

[ review ini dibuat atas permintaan penulis dan berisikan opini pribadi atas kisah dalam buku ini ]

Sebagai penggemar kisah-kisah thriller, suspense maupun horor dan supranatural, saat dihubungi untuk menjadi pembaca novel karya asli, muncul dua reaksi dalam diriku. Yang pertama sedikit khawatir karena sejauh ini mayoritas bacaanku merupakan novel terjemahan, sedangkan untuk novel karya asli belum pernah menemukan yang ‘pas’ dengan pengharapan. Namun respons yang kedua, muncul rasa penasaran untuk mengetahui sejauh mana sebuah novel karya penulis lokal mampu menyajikan sebuah kisah dengan tema suspense maupun horor. 

Dari judulnya “Apartemen 666” tentu sudah bisa diduga bahwa tema lokasinya adalah sebuah apartemen yang tentunya mengandung unsur ‘iblis’ yang ditandai dengan kode 666. Namun saat membaca kisahnya di halaman-halaman pertama, muncul sedikit rasa bingung, hendak dibawa kemana alur kisah ini, karena lebih menonjol unsur melodrama. 

Melalui tokoh utama seorang wanita bernama Samara yang mengalami guncangan dalam kehidupannya, saat ia harus mengambil cuti panjang demi merawat sang ibu yang terkena penyakit ganas, hingga akhirnya meninggal dunia. Tragedi terus berlanjut saat Samara kembali ke kantornya hanya untuk mendapati dirinya sudah dipecat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kisah bergulir pada kehidupan rumah tangga Samara dan Bisma – sang suami yang bekerja sebagai fotografer lepasan. Dan problem keuangan semakin menekan kehidupan mereka, hingga sebuah penawaran unik muncul menyelamatkan kehidupan rumah tangga mereka. 


Sampai sejauh ini, kisahnya bergulir tanpa memiliki makna khusus, penulis hanya bermain-main dengan adegan yang diharapkan ‘menyeramkan’ dengan penampakan sosok mengerikan yang membayangi Samara. Entah mengapa hal ini memunculkan bayangan akan film-film horor Indonesia yang sekedar tempelan belaka, dengan memainkan adegan yang diharapkan membuat ngeri atau terkejut, namun hasilnya berkesan datar – sebuah prolog yang tidak diperlukan, atau kurang diberikan porsi yang lebih jelas.

Menjelang pertengahan, barulah daya tarik kisahnya muncul, bukan karena kemunculan sosok yang diharapkan ‘menyeramkan’ melainkan karena kisahnya sudah memiliki makna serta kejelasan, mulai dari latar belakang hingga arahan akan dibawa kemana kisah ini selanjutnya. Sebuah kisah horor tidaklah harus memunculkan adegan setan yang menyeramkan, atau sesuatu yang brutal dan menjijikan, tetapi melalui penggambaran yang lebih detail akan situasi, maupun pengembangan karakter para tokohnya, akan jauh lebih berkesan bagi pembaca seperti diriku. Simak karya-karya penulis klasik seperti Edgar Allan Poe bahkan Charles Dickens, melalui sebuah cerita pendek, nuansa mengerikan (bisa diterjemahkan sebagai ‘haunting-scene’) justru lebih mendalam.

Meski tidak terlalu puas dengan kisah ini secara keseluruhan, ada hal-hal menarik yang membuat kisah ini sedikit berbeda. Dengan memasukan unsur legenda, berupa balas dendam arwah nenek moyang yang terjadi selama beratus-ratus tahun silam, kisah yang mengingatkan diriku akan hikayat Ratu Pantai Selatan atau Nyai Blorong bahkan Si Manis Jembatan Ancol, yang seharusnya bisa dikerjakan lebih maksimal karena tema ini jauh lebih menarik daripada sekedar kisah ala Suster Ngesot. 

Membaca kisah ini dari awal hingga akhir, satu hal yang kurasa sangat diperlukan, unsur ‘original’ dan ‘orisinal’ belum terasa cukup kuat, hingga di sana-sini bermunculan variasi remake atau adaptasi kisah-kisah horor yang hanya tampil sekilas, ibarat menonton film ‘Scary Movie’ – hanya satu hal yang patut diacungi jempol, ide tentang latar belakang serta kisah Surtikanti, dan menurut pendapatku, seharusnya tanpa disertai kisah panjang lebar tentang Samara, bertolak belakang dari kisah Mayang dan Surtikanti akan jauh lebih menarik dikerjakan lebih dalam, tanpa harus dipaksakan berada pada seting modern. 

Dan yang terakhir, entah mengapa penerbit indie kebanyakan menggunakan desain sampul dengan warna gelap yang berkesam suram. Sekali lagi, nuansa horor maupun seram tidak harus diterjemahkan secara gambalng dengan ilustrasi menyerupai setan dan bermain-main dengan warna hitam, cokelat atau kelabu. Desain sampul seringkali diabaikan, padahal justru kesan pertama yang akan membuat seorang calon pembeli akan mengambil buku dari rak display, adalah melalui desain sampulnya. Tanpa harus menjiplak mentah-mentah, coba disimak contoh-contoh desain sampul buku import untuk genre serupa, warna kontras justru bisa menarik perhatian, misalnya permainan latar warna putih dengan warna cerah seperti biru dan merah.  Salah satu contoh desain novel-novel horor Jepang, yang cenderung minimalis namun sangat mengena. 

Kesimpulan :
Ide / Tema : 2,5 | lebih tertarik pada penuturan tentang Surtikanti
Plot & Seting : 1,5 | terpecah antara masa kini dengan masa lalu tanpa penghubung yang jelas dan mampu menjembatani kisah diantaranya
Character : 2 | terpecah antara Samara dan Surtikanti, sehingga sosok antagonis lebih kuat dan menonjol
Cover : 1 | kurang menarik dan tidak menonjol, sama sekali tidak mencerminkan isi dari kisahnya
Verdict : 2,5
Daya tarik yang cukup menonjol adalah kisah legenda masa lalu sang nenek moyang, sosok Surtikanti yang berkat ilmu hitam bisa hidup hingga beratus-ratus tahun, seandainya kisah ini lebih fokus pada pengembangan karakter ini akan lebih mantap apalagi disertai detail serta latar belakang sejarah misalnya berkaitan dengan karakter pria asal Belanda.

Tentang Penulis :
Sybill Affiat, lahir di Jakarta pada tangaal 13 Januari. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Komunikasi di Universitas Prof. Dr. Moestopo, Jakarta, beliau bekerja dalam lingkup Corporata Communications di sebuah perusahaan telekomunikasi ternama, dan operator telepon berbasis teknologi CDMA. Ibu dari dua anak yang merupakan penggemar film adaptasi novel Stephen King ini, memiliki hobi menulis cerita dan komik, namun belum memiliki keberanian dan kepercayaan diri untuk mengirim hasil karyanya kepada penerbit. Pada tahun 2005, bukunya yang berjudul Soulmate terbit dan cukup sukses hingga mengalami cetak ulang. Beliau dapat dihubungi melalui email : batugranit@yahoo.com atau mention via twitter @SybillAffiat

Best Regards,
* Hobby Buku * 

1 comment:

  1. triple6 kalau di Barat populer, kalau di Indonesia mah angka 13, jadi sering muncul di film2 gitu.

    Penjelasannya kereeen. wajar sih, namanya jg pengamat kisah seram :p kalau saya sendiri, membaca kisah seram saat siang bolong. Dan bacaan ini sepertinya boleh di-list

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...