Judul : SPORA
Copyright © 2014 by
Alkadri
Penerbit Moka Media
Editor : Dyah Utami
Proofreader : J.
Fisca
Layout : Tri Indah
Marty
Ilustrasi : Diani
Apsari
Desain sampul &
ilustrasi sampul : Fahmi Fauzi
Cetakan
I : Agustus 2014 ; 238 hlm ; ISBN 978-979-795-910-4
Rate
: 3 of 5
Pada
zaman dahulu, hiduplah seorang kurcaci.
Ia
tinggal di sebuah gua di dalam gunung.
Gunung
yang menjulang tinggi melampaui langit.
Tubuhnya
kecil, rupanya buruk, dan perangainya pun kasar.
Namun,
sang kurcaci memiliki sesuatu.
Sesuatu
yang diinginkan oleh segenap manusia di kaki gunung.
Saat membaca paragraf
pembuka kisah ini, imajinasiku melayang akan kisah fantasi tentang kurcaci,
kesatria dan mungkin saja akan muncul ‘naga’ – sayangnya perkiraanku lumayan
meleset jauh, karena latar belakang kisah ini berada di masa kini, tepatnya di
kota Bogor, Jawa Barat. Melalui tokoh utama bernama Alif – pelajar kelas dua
SMA yang juga berperan sebagai narator kisah ini. Dibuka dengan penemuan
mengejutkan saat ia mendapati ada sosok mayat di depan sekolahnya. Kondisi
mayat tersebut cukup mengerikan karena bagian tubuh dimana seharusnya terletak
bagian ‘kepala’ – telah hancur, seakan-akan isi kepala meledak
berkeping-keping.
~ inside illustration ~ [ source ] |
Hasil penyelidikan
pihak berwajib membawa kabar baik sekaligus buruk. Kabar baiknya, korban segera
dikenali sebagai satpam sekolah. Kabar buruknya, tidak seorang pun mampu
menjelaskan kondisi mayat selain ia ditembak dengan semacam ‘shotgun’ yang
membuat kepalanya hancur. Dan alasan mengapa hal itu terjadi, masih merupakan
tanda tanya besar. Hal ini berbuntut dengan di adakan liburan khusus oleh pihak
sekolah demi keamanan dan kenyamanan para siswa dan pengajar. Alif sebagai
saksi mata pertama yang berada di TKP (tempat Kejadian Perkara), mendapat
perhatian khusus dari pihak sekolah maupun pihak penyelidik.
Dari sini, diriku
menduga-duga kisah ini akan menjadi kisah kriminal di mana sang tokoh utama
akan berusaha menyelidiki kasus tersebut di dampingi teman setia. Well, nyaris
sedikit benar, karena ternyata Alif justru tidak terlalu berminat untuk
terlibat lebih jauh, walau jauh di lubuk hati ia sama sekali tidak mempercayai
‘berita’ tentang penyelesaian kasus yang disiarkan kepada masyarakat umum oleh
pihak berwajib. Di dampingi sahabatnya Rina, putri seorang kepala Intel, Alif
kembali menemukan kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi di lokasi
sekolahnya. Ketika korban baru mulai berjatuhan satu demi satu, Alif dan Rina
harus berjuang menemukan kebenaran di balik misteri tersebut, karena nyawa
mereka menjadi incaran untuk menjadi korban berikutnya ...
~ inside illustrations ~ [ source ] |
Tuntas membaca kisah
ini, entah mengapa yang terbayang di benakku justru rangkaian cuplikan adegan
dari film ‘The Faculty’ – yang kebetulan kisahnya ‘mirip’ tentang munculnya
‘makhluk’ di sekolah yang memangsa satu demi satu korban yang berada di
lingkungan tersebut. Bahkan kemampuan ‘makhluk’ tersebut untuk memanipulasi
benak manusia, menyusup di tengah-tengah sekelompok manusia tanpa seorang pun
menyadari hingga terlambat, plus salah satu sumber penyebaran makhluk ini
melalui narkoba dan tumbuhan juga menjadi elemen yang nyaris (kembali) serupa.
Terlepas dari apakah penulis memang mendapat ide dari film tersebut dan
menggunakan sebagai landasan kisah ini, secara keseluruhan novel ini cukup
menarik pada hal-hal tertentu ...
Sayangnya ada juga
beberapa hal yang membuatku ‘sedikit’ kecewa, lebih karena semenjak awal
imajinasiku sudah condong untuk mendapatkan sajian kisah nan absurb dan
fantastis, ditambah dengan cara pengembangan alur yang sedemikian rupa berupa
penggalan-penggalan kisah yang mengundang rasa penasaran untuk mengetahui
jawaban dari keseluruhan teka-teki yang tersebar sepanjang kisah ini. Apa daya
pada lembar terakhir, kepuasan untuk medapatkan jawaban tersebut tak dapat
kuperoleh \(-__-)/ ... Jika ini dimaksudkan sebagai sebuah novel, mungkin ada
baiknya ada penjelasan (dan penyelesaian) yang lebih memuaskan. Karena hasil
akhir yang kudapat, ibarat membaca rangkaian cerpen (cerita pendek) yang
berusaha disatukan dalam satu wadah, namun tetap meninggalkan lubang-lubang di sana-sini.
~ Ahmad Alkadri ~ [ source ] |
Apa sebenarnya yang
terjadi di masa lalu yang mempengaruhi Alif sedemikian rupa ? Mengapa pihak
yang berkepentingan dengan penyebab munculnya ‘sumber’ malapetaka tidak mampu
menanggulangi hal tersebut ? Jika benar pihak Intel terlibat, tentunya tidak
membutuhkan waktu yang sangat lama hanya untuk menemukan sumber masalah
(terutama semenjak kasus kematian pertama muncul). Dan mengapa latar belakang
kisah ini justru mengambil lokasi dan karakter anak SMA, yang nyaris sedikit
‘absurb’ untuk terlibat dalam aksi ala dinas intelejen internasional, rasanya
akan lebih tepat jika mengambil latar universitas dan mahasiswa yang
(seharusnya) akan jauh lebih matang dan dewasa dalam menyikapi situasi yang
terjadi. Terakhir ... mungkin, kisah ini akan jauh-jauh lebih menarik (dan
menantang) jika sedikit lebih panjang dengan memperhatikan lubang-lubang pada
beberapa ‘detil’ yang sempat kusebutkan (^_^)
P.S. Satu hal yang
tak boleh terlupakan dalam penyajian buku, desain sampul dan ilustrasi di
dalamnya, yang harus kuakui cukup memikat dan sesuai dengan tujuan sang
penulis. Tak jarang kutemui antara ilustrasi dan inti cerita justru ‘bertabrakan’
alias tidak-nyambung sama sekali, dan pada kesempatan kali ini, baik tujuan
sang ilustrator maupun penulis, cukup tersampaikan secara gamblang. Jika ada
sedikit kritik, untuk ilustrasi dalam seharusnya bisa jauh lebih memikat seandainya
saja nuansa (dan warna) gelap menjadi dominasi penuh yang mengurangi segi
artistik dan keindahan ilustrasi. Memang jika dibuat berwarna, jatuhnya akan
lebih mahal pada harag buku, namun bisa ‘diakali’ dengan tetap menggunakan
nuansa hitam-putih, tidak harus ‘melulu’ menjadi sekedar goresan bayangan gelap
sepanjang kisahnya. Contohnya pada desain sampul yang lebih menarik dengan
permainan gradasi dan ‘titik-titik’ alih-alih full-black-shadow.
[ more about the author &
related works, just check at here : Ahmad Alkadri | on Goodreads
| at Facebook | at Twitter ]
Best Regards,
@HobbyBuku
No comments:
Post a Comment