Books
“TEROR DI PULAU KEMATIAN”
Judul Asli : THE ISLAND OF THIRTY COFFINS
[
book 10 of ARSENÈ LUPIN Series ]
by Maurice LeBlanc
Penerbit Visimedia
Alih Bahasa : Harisa
Permatasari
Editor : Muthiah
Esfand
Proof Reader : Tim
Redaksi Visimedia
Editor Grafis :
Nuruli Khotimah
Ilustrasi
: Aminuddin, Jaja, Nunu
Cetakan
I : Mei 2014 ; 402 hlm ; ISBN 978-065-208-9
Rate : 4 of 5
[ Re-blogged from HobbyBuku's Classic ]
Siapa yang tak kenal
dengan nama Arsène Lupin – karakter yang diciptakan oleh Maurice Leblanc hingga
popularitasnya acapkali disandingkan dengan sosok Sherlock Holmes – tokoh detektif
yang lahir dari tangan dingin Sir Arthur Conan Doyle. Namun berapa banyak yang
mengetahui siapa sebenarnya ‘Arsène Lupin’ yang sebenarnya bukanlah seorang
detektif sebagaimana profesi Sherlock Holmes, justru ia lebih sering berada di
sisi yang berlawanan dengan tokoh detektif kenamaan ini. Dan sebagai gurauan
sekaligus tantangan yang diberikan oleh Maurice Leblanc terhadap Sir Arthur Conan
Doyle, ia juga menciptakan karakter bernama Holmlock Shèars yang seringkali ‘dikalahkan’
oleh kelicikan Arsène Lupin untuk menghindari jeratan hukum.
![]() |
[ source ] |
Yeppp !! Arsène Lupin
adalah seorang pencuri. Bukan sembarang pencuri, karena ia senantiasa mengincar
benad-benad terbaik dan umumnya sulit untuk didapatkan karena kelangkaan serta
sistem keamanan yang sulit diterobos. Namun semakin sulit sesuatu itu
diperoleh, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Lupin. Setelah beberapa
kali membaca karya Leblanc, khususnya tentang Lupin, hingga kini sosok tersebut
masih merupakan teka-teki besar bagi diriku. Nama Arsène Lupin sendiri adalah
sebuah samaran, siapa dia sebenarnya, tidak diungkapkan secara jelas, hanya
beberapa kasus yang melibatkan masa lalu seorang pria, menggiring pembaca
(terutama diriku) untuk menduga-duga apakah benar kisah tersebut adalah masa
lalu sosok yang dikenal sebagai Arsène Lupin ...
Hal ini tak
dipermudah karena Lupin memiliki keahlian (sekaligus kegemaran) untuk menyamar
menjadi sosok serta pribadi yang sama sekali berbeda. Cara ini pula yang
acapkali digunakan untuk menyusup dan menjadi orang kepercayaan mereka yang
justru kemudian menjadi korbannya. Bahkan kehebatan Lupin dalam menyamar. Berkali-kali
membuatnya lolos dari lubang jarum, termasuk saat berhadapan muka dengan
lawannya, seperti Ganimard yang mengaku sangat mengenal Lupin. Keahlian ini
pula yang ia gunakan dalam kisah kali ini, sebuah kisah yang melibatkan unsur
supranatural melawan otak kriminal yang bisa dikatakan sebagai psikopat (dalam
kisah ini hanya disebutkan sebagai orang yang terganggu jiwanya) di sebuah
pulau terpencil.
Bermula dari legenda
yang dikenal dan dikisahkan secara turun temurun tentang Pulau Sarek yang
berada di tengah Samudera Atlantik, beberapa kilometer dari wilayah Paris.
Sebuah ramalan yang ditakuti oleh para penghuninya, hingga namanya lebih
dikenal sebagai Pulau Peti Mati, hanya dikunjungi oleh segelintir manusia yang
memiliki nyali besar. Disinilah Véronique d’Hergemont khusus datang jauh-jauh
dari kota Paris, berbekal sepucuk surat tentang Legenda Breton, hanya untuk
menemukan sosok mayat yang tiba-tiba menghilang serta keyakinan kuat untuk
mencari ‘sesuatu’ yang sangat berharga dalam hidupnya, yang hilang tanpa jejak
dan menyebabkan penderitaan sekian tahun. Dimulai dari peristiwa yang dikenal
masyarakat luas sebagai Skandal Hergemont.
Ia adalah putri
tunggal M. Antoine d’Hergemont – penulis ternama yang diserang saat sedang
berjalan-jalan di Bois hingga terluka parah, dan gadis yang terkenal
kecantikannya meski masih sangat belia itu diculik oleh gerombolan kriminal
atas perintah Count Alexis Vorski – bangsawan Polandia yang cukup terpandang
sekaligus memiliki reputasi yang tidak baik. Penculikan menyusul pernikahan
yang tidak direstui oleh sang ayah kelahiran bayi laki-laki, yang mampu membuat
M. Antoine d’Hergemont berubah pikiran yang bersedia berhubungan kembali dengan
putrinya. Namun perdamaian itu tak berlangsung lama, karena beberapa bulan
kemudian, M. Antoine d’Hergemont ‘ganti’ menculik cucunya dan dibawa pergi
menyeberangi samudra.
Malang tak dapat
ditolak, belum sempat Véronique menemukan kakek beserta cucunya itu, kapal
tersebut dikabarkan tenggelam saat badai mengamuk. Patah hati dan putus asa, Véronique
memutuskan tinggal dalam biara di Carmelite, memutuskan hubungan dengan suami
yang mengerikan dan lari dari kehidupan yang membuat kebahagiaannya hancur
sedikit demi sedikit. Empat belas tahun Véronique hidup menyendiri, jauh dari
kesibukan dan hiruk-pikuk kota besar, lenyap dari pergaulan sosial hingga
masyarakat muali melupakan keberadaan serta skandal yang menyangkut dirinya.
Hingga sebuah surat muncul, dan membawa Véronique menelusuri jejak teka-teki,
untuk mengungkap misteri dibalik berita bahwa ayahnya serta putranya masih
hidup di suatu tempat : Pulau Peti Mati ...
“Pulau ini dikutuk. Sarek adalah salah satu gerbang neraka. Sekarang gerbangnya tertutup, tapi ketika gerbang itu terbuka, semua kemalangan yang terpikirkan olehmu akan muncul bagai angin badai. Mereka bilang gerbangnya terbuat dari batu dan berasal dari tempat yang sangat jauh, dari sebuah negeri asing. Itu adalah Batu Dewa. Mereka bilang itu batu berharga, campuran warna emas dan perak. Batu Dewa, Batu yang memberikan kehidupan ... atau kematian” [ p. 85-86 ]
Kisah kemudian bergulir
dengan alur yang cukup cepat, membawa sosok Véronique dalam sebuah petualangan
yang mengerikan sekaligus absurb, kala harapan untuk bertemu dengan ayahnya
serta putra yang kini berusia 14 tahun dan tak pernah mengenal dirinya, berubah
kala ia harus berurusan dengan pembunuhan dan pembantaian para penghuni Pulau
Sarek. Legenda Sarek berisikan ramalan : “Pada tahun empat belas dan tiga, kapal akan karam, serta duka, angkara, ruang kematian, anak panah dan racun. Empat
orang perempuan disalib. Tiga puluh peti mati. Tiga puluh manusia akan tewas. Batu Dewa yang memberikan
kehidupan atau kematian.” – menjadi sebuah kenyataan ketika satu demi satu
mereka mati sebelum sempat keluar dari lingkaran batu karang yang mengelilingi
pulau itu.
Véronique bukanlah
wanita penakut, namun akal sehatnya mulai terganggu saat ia melihat sosok bocah
yang diketahui sebagai putranya, ternyata pembunuh berdarah dingin ... membunuh
kakeknya, pengasuh semenjak kecil dan para pelayan yang mencintai dirinya, atau
benarkah semua peristiwa yang terlihat merupakan sebuah kenyataan ? Atau ilusi
belaka ? Seorang diri dan baru saja menginjakkan kaki di Pulau terpencil, Véronique
harus memecahkan misteri yang menyelimuti Pulau Sarek, meski ia harus mati
seorang diri tanpa seorang pun mengetahui keberadaannya ... tapi benarkah hanya
tinggal ia seorang diri – satu-satunya manusia di tempat itu ?
Suasana yang
mencekam, misteri yang mengundang rasa penasaran, teka-teki yang memusingkan,
dan kehadiran sosok-sosok misterius sepanjang kisah ini, menjadikan kisah ‘Teror
di Pulau Kematian’ merupakan perpaduan misteri dan gaya ‘humur’ yang absurb
sebagaimana karakter Arsène Lupin yang unik dan tak mudah ditebak. Bahkan salah
satu karakter favoritku : Patrice Belval (baca : The
Return of Arsène Lupin ) kembali muncul mendampingi Lupin (walau
kemunculannya hanya sekilas, tapi memiliki peran yang cukup penting dalam kasus
ini). Terlepas dari beberapa ‘kejanggalan’ dalam penerjemahan yang muncul cukup
banyak pada bab-bab awal, serta penggunaan konteks dan penyesuaian gaya bahasa
yang ‘sedikit’ kurang tepat untuk jenis bacaan klasik, masih bisa dikatakan
sebagai penggemar Arsène Lupin, ini adalah salah satu buku yang layak menjadi
koleksi para pembaca.
[
more about this author & related works, just check at here : Maurice
Leblanc | on
Goodreads | on IMDb | on Wikipedia | TV Miniseries ]
~ This Post are
include in 2014 Reading Challenge ~
39th Book
in What’s A Name Challenge
131th Book
in TBRR Pile
Best Regards,
Hobby Buku
No comments:
Post a Comment